Sejarah HAM
SEJARAH
DARI HAK AZASI MANUSIA
Pada zaman sekarang ini masih banyak
manusia di seluruh dunia ini belum memahami arti dan maksud dari Hak Azasi
Manusia (HAM). Sehingga dianggap perlu untuk mengsoialisasikan segala hal
terkait dengan HAM tersebut. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah
mendeklarasikan 30 spesifikasi tentang HAM dalam “Universal Declaration Of
Human Rights”. HAM berlaku untuk semuanya baik dia seluruh pekerjaan, seluruh
pemeluk agama dan ras dimana kita semua memiliki hak yang sama dan tidak ada
perbedaan.
Melihat sejarah HAM berdiri dimana pada
awal mulanya manusia tidak mengenal HAM dan banyak pertikaian diamana mana dan
aturan terbentuk apabila mereka (pribadi) menganggap itu benar. Konsep awal
mula HAM muncul timbul pada saat adanya pertentangan karena adanya perbudakan,
pembunuhan, perolehan kekuasaan. Sehingga muncul pada saat Revolusi Perancis
pada tahun 1789 seorang tokoh mendeklarasikan HAM ke public agar dijadikan panutan.
Dan bermunculan perjuangan untuk penyamarataan HAM di berbagai belahan dunia
agar tidak adanya ketimpangan sosial yang muncul. Hingga akhirnya muncul lah
kesepakatan bersama pasca terjadinya perang dunia ke 2 oleh hampir seluruh
negara yang ada di dunia hingga terbentuknya PBB pada tahun 1945 dan
mendeklarasikan perjuangan HAM diseluruh dunia.
Menurut saya membicarakan hak asasi manusia
(HAM) berarti membicarakan dimensi totalitas kehidupan manusia. HAM ada bukan
karena diberikan oleh masyarakat dan kebaikan dari negara, melainkan
berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Pengakuan atas eksistensi manusia
menandakan bahwa manusia sebagai makhluk hidup adalah ciptaan Tuhan Yang Maha
Kuasa yang patut memperoleh apresiasi secara positif. Hanya saja, regulasi
dibutuhkan agar kepentingan dan kehendak yang sesekali “meledak” sebagai
konsekuensi kehidupan manusia patut dikedepankan. Namun, persoalan HAM dapat
dipahami bukanlah semata berada dalam wilayah hukum. HAM adalah dimensi dari
totalitas kehidupan manusia. Menelaah keadaan HAM sesungguhnya adalah menelaah
totalitas kehidupan, sejauhmana kehidupan kita memberi tempat yang wajar kepada
manusia. Banyak pertanyaan yang muncul berkaitan dengan keberadaan HAM.
Misalnya, apakah yang dimaksud dengan HAM? Darimana HAM berasal? Apakah HAM
dapat dihapuskan? Apakah semua HAM sederajat? Untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut dibutuhkan pemahaman mengenai HAM berdasarkan
suatu kerangka teori. Sebuah teori bisa berfungsi sebagai suatu alat analisis
yang memungkinkan pertanyaan seputar HAM yang kerap kali diajukan dan jawaban
beragam bisa saja terjadi.
Dalam HAM salah satu teori HAM yang sering dibahas dalam
berbagai kesempatan yang berkaitan dengan disiplin keilmuan yang didalamnya ada
unsur-unsur mengenai HAM, yaitu Teori Hak-hak Alami (Natural Rights Theory) HAM[1]
adalah hak yang dimiliki oleh seluruh manusia pada segala waktu dan tempat
berdasarkan takdirnya sebagai manusia (human
right are rights that belong to all human beings at all times and all places by
virtue of being born as human beings). Teori kodrati mengenai hak (natural
rights theory) yang menjadi asal-usul gagasan mengenai hak asasi manusia
bermula dari teori hukum kodrati (natural rights theory). Teori ini dapat
dirunut kembali jauh ke zaman kuno dengan filsafat Stoika hingga ke zaman
modern melalui tulisan-tulisan hukum kodrati Santo Thomas Aquinas. Selanjutnya,
ada Hugo de Groot (nama latinnya: Grotius), seorang ahli hukum Belanda yang
dinobatkan sebagai “bapak hukum internasional”, yang mengembangkan lebih lanjut
teori hukum kodrati Aquinas dengan memutus asal-usulnya yang theistik dan
membuatnya menjadi produk pemikiran sekuler yang rasional. Dengan landasan
inilah, pada perkembangan selanjutnya, salah seorang kaum terpelajar
pasca-Renaissans, John Locke, mengajukan pemikiran mengenai teori hak-hak
kodrati. Gagasan Locke mengenai hak-hak kodrati inilah yang melandasi munculnya
revolusi hak dalam revolusi yang meletup di Inggris, Amerika Serikat dan Perancis
pada abad ke-17 dan ke-18. Gagasan hak asasi manusia yang berbasis pada
pandangan hukum kodrati itu mendapat tantangan serius pada abad ke-19. Edmund
Burke, orang Irlandia yang resah dengan Revolusi Perancis, adalah salah satu
diantara penentang teori hak-hak kodrati. Tetapi, penentang teori hak kodrati
yang paling terkenal adalah Jeremy Bentham, seorang fisuf utilitarian dari
Inggris. Kritik Bentham yang mendasar terhadap teori tersebut adalah bahwa
teori hak-hak kodrati tidak bisa dikonfirmasi dan diverifikasi kebenarannya.
[1]
Todung
Mulya Lubis, In Search of Human Rights; Legal-Political Dilemmas of Indonesia’s
New Order, 1966-1990, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 14-25, dalam
Majda El-Muhtaj, ‘HAM, DUHAM & RANHAM Indonesia’, h. 273-274. Lihat juga
dalam Mujaid Kumkelo, dkk.
Tulisan ini penulis buat untuk dijadikan sharing dan terhadap wawasan yang dimiliki penulis. Semoga bermanfaat terhadap para pencari informasi yang membutuhkan, meskipun masih terbatas.
Komentar
Posting Komentar